Tentang Capcay Goreng

Sebelum mendebat istilah “goreng”, mari kita sepakati bahwa kriteria sesuatu yang digoreng itu sifatnya kering. Tidak perlu kita tambahkan kasus baru semacam mi goreng yang sejatinya direbus atau nasi goreng yang ternyata hanya ditumis.

Saya adalah penggemar capcay sebab suka makanan yang ramai. Tekstur sayuran dalam capcay membuat sensasi menyenangkan ketika mengunyah. Dan capcay goreng pedas adalah puncaknya. Aroma bumbu yang ditumis, rasa kecap yang terkena panas wajan, dan bumbu yang menempeli setiap potong sayur adalah semua yang saya inginkan dari sepiring capcay goreng. Intinya, capcay goreng adalah capcay kering. Seharusnya begitu, kan? Tapi, kenyataan pahitnya tidak demikian.

Saya banyak mencoba warung bakmi untuk menjajal variasi capcay dari setiap tangan yang berbeda. Hasilnya, saya beberapa kali menemukan capcay goreng yang seharusnya kering, tertumis, aroma sedap bumbu, dan karamelisasi kecap, berubah menjadi semangkuk capcay berkuah banyak.

“Mungkin pesananmu keliru.”

Saya memastikan pesanan capcay saya selalu: capcay goreng super pedas.

“Mungkin abangnya lupa.”

Ketika mengantar makanan, si Abang jelas-jelas mengatakan, “Capcay goreng.”

Bahkan, ketika memesan melalui aplikasi online, pesanannya seharusnya lebih terang lagi.

“Mungkin sengaja dibikin nyemek.”

Sama sekali tidak nyemek! Itu benar-benar capcay berkuah banyak!

“Mungkin pedagang itu saja yang begitu.”

Di Solo, Tuban, dan Sleman, saya selalu menjumpai pedagang capcay yang begini.

“Mungkin hakikatnya capcay memang berkuah.”

BAGAIMANA BISAA????!!!!

Saya ingin memprotes abang-abang penjual capcay yang lancang menambah kuah ke capcay goreng saya. Capcay goreng adalah capcay kering yang seharusnya menguarkan aroma bumbu tumis dan kecap yang terkaramelisasi di perwajanan. Tidak boleh tidak. 


-Ishmah

Komentar