Keiko

Keiko mungkin adalah kita semua.

Bukanlah urusan dan hak kita untuk mendikte hidup orang lain, begitu juga sebaliknya. Terkecuali apabila kita diminta, itu beda lagi konteksnya. Mungkin Keiko adalah kita semua. Seorang manusia yang hanya ingin untuk hidup bebas, hidup tanpa harus mengikuti tuntutan normal ala masyarakat.

Keiko mungkin adalah kita semua. Kita yang selalu ingin dimanggake tanpa harus berusaha lebih. Kita yang nyaman dengan genggaman buku pedoman dalam saku tubuh kita. Kenyamanan di minimarket membuatnya enggan untuk melihat kehidupan lain yang mungkin bisa membuat dirinya berpetualang lebih jauh. Tetapi, tidak. Keiko tetap memilih menjadi pegawai paruh waktu di minimarket sampai usianya yang sudah menyentuh kepala tiga. Keiko telah hadir di samping minimarket sebelum minimarket itu dibuka. Dia mendapat arahan, buku pedoman kerja, dan pelatihan khusus pegawai sebelum toko resmi buka. Berpegang alasan itulah Keiko mengganggap pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling dia pahami karena Keiko tidak perlu repot-repot belajar banyak hal jika pedoman pekerjaan ini sudah membuatnya nyaman. Waktu dan hidup Keiko terhenti di minimarket. 

Orang-orang menganggapnya aneh dan tidak normal. Keiko sendiri terlalu bingung untuk menafsirkan apa itu normal. Normal seperti apakah yang orang-orang maksud? Memiliki pekerjaan tetap di suatu perusahaan? Memiliki banyak teman? Menikah? Punya anak? Punya rumah? Atau seminim-minimnya punya pandangan yang sama dengan masyarakat?

Mungkin Keiko adalah kita semua. Tidak ingin peduli terhadap siapa pun selain diri kita. Mungkin keinginan kita saat ini hanyalah kabur dan sembunyi dari masyarakat. Tidak ingin jika hidup ini dicampuri oleh orang lain. Ya, terkadang. Ya, betul juga. Hidup kita bukanlah milik masyarakat. Bisakah kita hanya bernapas sampai mati tanpa ada yang menyampuri urusan kita?

Keiko bisa jadi adalah bagian kita. Bagian dari masyarakat yang mengada-ada. Membuat tidak ada menjadi ada hanya untuk pengakuan belaka. Masyarakat tidak akan pernah kehabisan pertanyaan untuk menanyakan setiap fase dalam kehidupan kita. Ironinya, mungkin kita paling sering melakukan hal ini. 

Barangkali Keiko memanglah kita. Korban serangan standar kenormalan masyarakat. Yang terjadi adalah akhirnya Keiko mengikuti tren-tren fashion kekinian, Keiko berperilaku dan berbicara mengikuti gaya orang-orang. Keiko berpura-pura memiliki pacar di usia kepala tiganya. Keiko berbohong. Keiko kabur dari pertanyaan. Keiko keluar dari minimarket. Keiko menjalani pekerjaan lain yang tidak dicintainya. Keiko stres dan kembali ke minimarket. (Duh spoiler!) 

Keiko memanglah kita. Jika kamu berani menepi. Menjadi dirimu sendiri. Bukan menjadi dikte masyarakat. Bukan menjadi kaum gila normal. 

Masing-masing kita memiliki definisi nyaman yang berbeda. Tentu. Begitu pun standar normal. Begitu pun tujuan hidup. Begitu pun soal pilihan. Begitu pun soal keputusan. Seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa bukanlah urusan dan hak kita untuk mendikte hidup orang lain, begitu juga sebaliknya. Dan yaaa ....

“Kurasa orang yang menghabiskan seumur hidupnya bertarung melawan masyarakat untuk mendapatkan kebebasan mungkin akan ikhlas menderita." (halaman 94).

Mari hidup tanpa harus menunggu reaksi orang lain atas apa yang kita lakukan.


Surakarta, 2-3 Agustus 2021

Alhas


Komentar