Anak Kecil

     Sore ini hujan turun dengan lembut. Setelah asar, anak-anak yang tinggal di sekitar masjid Sabilul Huda menunaikan rutinitas mengaji. Ada yang mengaji hafalan hijaiyah, iqra, juz ama, atau quran. Hampir keseluruhan dari mereka, anak yang usianya paling besar mengajinya, sudah di tingkat yang lebih tinggi. Misalnya, anak usia 3 tahun hafalan hijaiyah, usia 4—7 tahun mengaji iqra, usia 8—10 tahun mengaji juz ama, dan usia 11—15 tahun mengaji quran.

     Perbedaan usia dan tingkatan mengaji itulah yang akhirnya membuat sistem belajar dan mengaji di masjid menjadi berbeda. Karena hanya ada satu guru ngaji, yaitu Kyai Sobar, dalam waktu yang singkat pada sore hari itulah Kyai Sobar hanya memegang anak-anak yang mengaji juz ama dan quran. Lalu, yang hafalan hijaiyah dan iqra bagaimana? Mereka belajar dengan anak-anak yang sudah setor mengaji ke Kyai Sobar. Meskipun demikian, pembelajaran oleh anak-anak yang usianya lebih besar tidak dilepaskan begitu saja oleh Kyai Sobar. Kyai tetap mengawasi pembelajaran sembari menunggu dan menyelesaikan setoran mengaji anak-anak juz ama dan quran.

     Salah satu anak ngaji di masjid Sabilul Huda adalah Salma, anak usia 10 tahun yang juga merupakan anak dari Kyai Sobar. Meskipun usianya baru 10 tahun, dia sudah mengaji quran. Tidak lain adalah selain mengaji di masjid, ia juga mengaji di rumah bersama bapaknya. Kyai Sobar dikenal sangat keras jika mengajar ngaji. Bukan karena suaranya yang memang keras, melainkan caranya mengajar pun keras. Dia tidak segan-segan marah jika murid-muridnya selalu salah mengucap harakat, mad, tajwid, apalagi salah mengucap huruf. Jika ada murid yang membaca quran salah atau keceletot di tengah kalimat, harus diulangi dari awal. Bahkan, karena suaranya yang saking kerasnya itu, murid-murid sering kaget jika diperintahkan mengulang dari awal.

        “ULANG!” 

     Beberapa teman-teman Salma yang berusia di atasnya bahkan sering menangis sepulang mengaji karena ketika mengaji dia sering mengulang-ulang bacaan. 

     Seperti namanya, Kyai Sobar juga tidak selalu keras, terkadang dia juga sabar, bahkan kelewat baik! Pernah suatu waktu, murid-murid yang mengaji quran dikumpulkan bersama lalu diperintahkan membaca surat Al-Bayyinah. Barangkali surat itu dipilih karena tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek pula. Tantangan yang diberikan Kyai Sobar adalah jika ada yang bisa membaca surat itu tanpa ada salah sedikit pun, diperbolehkan libur mengaji tiga hari. Kira-kira ada tujuh anak yang hari itu datang untuk mengaji quran. Semua anak sangat khawatir, tetapi juga senang karena kalau berhasil mereka bisa libur mengaji tiga hari! Akhirnya, dari tujuh anak itu hanya ada satu anak yang berhasil libur mengaji tiga hari ke depan. Siapa? Salma! Semua anak sudah tidak heran kalau Salma berhasil membaca tanpa ada kesalahan. 

---

     Azan magrib akan berkumandang sebentar lagi. Anak-anak yang mengaji sudah usai dan sedang duduk-duduk di serambi masjid sembari menunggu azan. Di waktu yang sempit ini, biasanya anak-anak saling berbincang dan bercanda, misalnya seperti Cindil, Iin, dan Salma. 

“Ngobrol atuh...” ajak Cindil.

“Ngobrol apa ih?” balas Iin.

“Apa aja lah... Mmm, apa yah? Apa, Sal?” tanya Cindil pada Salma.

“Ga tauuuu...” jawab Salma.

“Ini aja, ngobrol cita-cita! Cita-citamu apa, In?” tanya Cindil.

Emmm... apa, ya? Aku mau jadi itu … apa, ya … itu, yang suka ngomong. “halo gais, halo gais’?”

“Oh iya, tahu, tahu! Tapi aku juga gatau namanya,” jawab Cindil.

Youtuber!” jawab Salma.

“OH, IYAAAAA!” teriak Cindil dan Iin bersamaan.

“Kamu cita-citanya apa?” tanya Iin pada Cindil.

“Akuu... jadi pak polisi! Siap, grak!” jawab Cindil bersemangat.

Heeee, bu, dong. Bu, masa pak,” jawab Iin.

“Eh iyaaa, hahaha. Kamu, Sal? Cita-citamu apa?”

“Ga tau,” jawab Salma.

“Masa ga tau?” tanya Iin.

“Iyaa, ga tau.”

Ihhh, misalnya, misalnya, pengin jadi apa besok?” tanya Cindil.

“Ga tauu.”

Ihhhh, masa ga tau sih? Emangnya ngga pengin jadi apa-apa?” lanjut Cindil.

“Apa, ya? Ga tau,” jawab Salma.

“Apa, coba? Dipikir-pikir, Sal. Masa ga tauuuu...” rayu Iin.

Mmm...”

“Apa? Apaa? Cepet kasih tahuu!” Cindil dan Iin bersamaan.

“Mau jadi guru ngaji kaya Bapak.”


Majenang, 15 November 2022

Alhas


Komentar