REVIEW SINGKAT SERIAL NETFLIX 1899


Baru-baru ini, serial netflix yang tayang pada 17 November menjadi topik hangat di berbagai sosial media. Bukan lain karena penggarapnya adalah sutradara yang sama dengan serial Dark. Serial netflix tahun 2018 yang ceritanya terkenal pusing dan membingungkan. Digarap oleh sutradara yang sama, Jantje Friese dan Baran bo Odar, apakah serial 1899 juga siap menggempur penonton dengan kebingungan? 

Cerita serial 1899 dimulai dengan misteri kapal migran Kerberos yang mendapatkan sinyal navigasi dari Prometheus, kapal migran yang telah hilang selama berbulan-bulan. Kiriman sinyal dari kapal yang hilang itu menyebabkan kapal tidak melanjutkan perjalanan seperti tujuan awal, melainkan berputar arah untuk menemukan kapal yang hilang. Setelah menemukan Prometheus, banyak penumpang mulai terjebak dalam misterinya masing-masing.

Tebakan awal penonton setelah melihat poster sangat berbeda ketika telah menuntaskan menonton serial ini. Awalnya penonton banyak yang menduga-duga serial ini akan becerita soal segitiga bermuda, tetapi salah besar! Bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan segitiga bermuda. Berbeda dengan posternya yang menampilkan sebuah kapal yang berada di ujung jurang lubang segitiga di tengah lautan. Ternyata, serial ini mengisahkan soal simulasi pemikiran atau otak manusia.

Dibandingkan dengan serial Dark, 1899 tidak terlalu memusingkan. Meskipun tetap membawa ide yang njelimet, 1899 membawa alur yang rapih. Kamu tidak usah gusar jika di episode awal kamu tidak mengerti, lanjutkan saja. Sebab, setiap clue dan jawaban baru akan selalu muncul di setiap episodenya. Tenang saja, 1899 tidak seperti Dark yang alurnya salto setiap saat, tokoh-tokohnya dimainkan banyak orang dan punya silsilah keluarga yang bercabang. 1899 cenderung tertata, rapih, dan alurnya santai.

Satu kunci dari ide serial ini adalah perumpamaan gua Plato. Plato menjelaskan terkait alegori guanya melalui penggambaran terhadap penyanderaan manusia. Dalam penyanderaan itu, manusia dianggap memiliki pengalaman terhadap kondisinya masing-masing. Jika ditarik benang merah, serial 1899 adalah serial tentang simulasi pemikiran bawah sadar manusia terhadap kondisinya masing-masing. Dalam simulasi itu, mereka sesungguhnya dipaksa untuk mengingat ‘realitas’, bukan mengikuti kemauan pikiran. Karena dengan mengingat ‘realitas’ itu, mereka bisa kembali ke realitas yang sebenarnya. Tetapi, hampir semua karakter dalam serial ini tenggelam dalam alam pikirannya masing-masing dan melupakan realitas yang sesungguhnya. Mereka akhirnya terjebak di kapal yang sama—hanya namanya yang berubah jika percobaan diulang lagi—untuk melewati percobaan yang berulang-ulang. Begitulah simulasi pertahanan pikiran dalam simulasi penelitian otak dalam serial 1899 berlangsung dan masih terus berlanjut hingga saat ini, barangkali. Iya, barangkali, karena mungkin akan ada season 2? Soalnya endingnya gantung!

Kalau sampai paragraf ini ternyata kamu masih bingung, coba baca kutipan ini, barangkali kamu bisa nebak serial 1899 sebenernya nyeritain tentang apa,

The brain is wider than the sky. For put them side by side, the one the other will contain. With ease, and you beside. The brain is deeper than the sea. For hold them, blue to blue, the one the other will absorb, as sponges buckets do,” Maura Franklin.

People are oblivious to reality. They only see what they want to see imprisoned by their mind’s restrictions. When all they have to do is shift their perspective to see the full scope of things,” Henry Singleton.


Perspektif baru berhasil membuka jalan lanjutan untuk tulisan ini, 25 November14 Desember 2022

Alhas 


Komentar