BALAP PERAHU



Hujan mengguyur seisi kota Koi sejak semalam. Sampai pukul 6 pagi, Koi tetap basah karena gerimis masih mengucur dari langit. Bau udara lembab dan suara gemercik air membangunkan Felis dari tidurnya.

Felis sangat suka hujan. Ia menyukai hujan karena ia membenci cuaca panas, apalagi panas di kota Koi benar-benar terasa seperti di dalam oven. Pernah suatu siang, Felis pulang dari sekolah, ya memang jarak sekolah ke rumahnya sangat dekat, jadi ia hanya perlu berjalan kaki sebentar. Tetapi, siang itu benar-benar sangat panas sampai menyentuh 37° Celcius. Sesampainya di rumah, rambut kepala Felis terasa seperti baru saja selesai dicatok dan bajunya terasa seperti baru saja selesai disetrika. Betapa panasnya!

Untung hari ini hujan. Felis terbangun dengan perasaan yang nyaman dan damai. Ia tidak lagi perlu memikirkan betapa panasnya kota Koi yang selalu siap merasuki tubuhnya melalui ubun-ubun. Yang ia pikirkan hanya satu hal, yaitu kesukaannya ketika cuaca sedang hujan: berangkat sekolah dengan jas hujan biru!

---

“Felis, siap berangkat sekolah?” tanya Mama kepada Felis.

“Siap, Mah!”

“Okee, buku pelajaran sudah?”

“Sudaah!”

“Pensil, pensil warna, penghapus, sudahh?”

“Sudaaaah!”

“Kertas lipat pesanan Ibu Guru?”

“Sudah jugaa!”

“Bekal Mama?”

“Sudaaah!”

“Jas hujan biruu?”

“SUDAAH! Hahaha” mereka berdua mengucapkan ‘sudah’ dan tertawa bersama.

 

Felis mencium tangan Mama dan berpamitan. Tetapi, Felis melupakan satu hal...

“Felissss...” ucap Mama sedikit tinggi setelah Felis berjalan beberapa langkah.

“Oh iya, Felis lupa!” ucap Felis sambil mengangkat kedua tangannya ke kepala.

Ada satu kebiasaan lucu di keluarga Felis untuk mengucap perpisahan. Yaitu saling menempelkan hidung lalu menggerakannya ke kanan dan ke kiri. Sama seperti tos tangan, punggung tangan ditoskan dengan punggung tangan lawan bicara dan telapak tangan dengan telapak tangan lawan bicara. Hanya saja keluarga Felis menggunakan hidung.

            “Kukukukukuku,” mulut mereka mengecap bersama bersamaan dengan gerakan tos hidung.

“Dadah, Mah!” ucap Felis sambil berjalan dan melambaikan tangan.

“Selamat bersenang-senang!” ucap Mama sedikit terdengar seperti teriak.

---

Felis berjalan menuju sekolah dengan sedikit berlari. Sesekali dia berhenti jika ada kubangan air. Lalu, byuur! Dia loncat ke dalam kubangan dan air melompat ke sekitaran badannya. Felis tidak pernah khawatir seragam sekolahnya akan basah jika dia bermain-main air seperti itu karena seragamnya tidak pernah basah. Ini berkat jas hujan biru kesayangannya! Byurr! Byuur!

Sesampainya Felis di sekolah, dia meletakkan jas hujan birunya di gantungan dekat rak-rak yang telah disediakan sekolah. Ruangan rak itu ada di samping ruang kelas. Jadi, sebelum masuk ruang kelas, ada ruang kecil setelah pintu masuk. Ruang kecil itu penuh dengan gantungan dan rak-rak yang dipakai anak-anak untuk menyimpan barang apa pun yang mereka inginkan.

Pelajaran berlangsung seperti biasanya. Tetapi, ada satu hal yang menarik. Hari itu Ibu Guru memberikan satu materi tentang kertas lipat dan mengajari anak-anak membentuk sesuatu dari kertas lipat itu. Sesuatu yang Ibu Guru pertama ajarkan adalah membuat perahu. Ternyata gampang sekali. Felis langsung bisa membuat empat perahu setelah Ibu Guru memberikan contoh cara membuatnya.

Pelajaran melipat yang kedua adalah membuat burung. Membuat burung ternyata sedikit sulit. Felis harus mengulanginya berkali-kali sampai dia berhasil membuat satu burung. Ah.. mencoba hal baru untuk pertama kali memang tidak semuanya mudah.

Ibu Guru mencukupkan pelajaran melipat setelah semua murid di kelas berhasil membuat satu burung. Sepertinya Ibu Guru terlihat capai. Membuat burung memang menguras tenaga. Semua anak di kelas hampir memanggil Ibu Guru sebanyak sepuluh kali, bahkan lebih, setiap mereka terlupa apa langkah selanjutnya saat membuat burung.

Pelajaran melipat selesai sekitar pukul 12 siang. Waktunya jam istirahat dimulai. Hujan di luar telah mereda. Tetapi, meninggalkan kubangan air yang besar di sekolah Felis. Halaman sekolah Felis banjiiir!

Setelah keluar kelas dan melihat halaman sekolah banjir, semua anak terdiam. Tadinya mereka merencanakan akan bermain kucing dan tikus. Tetapi, apa daya, halaman sekolah mereka dipenuhi air. Seperti kolam renang besar. Akhirnya beberapa anak memilih kembali ke kelas, tinggal Felis dan Zeppelin yang masih berdiri di luar kelas.

Teman Felis, si Zeppelin tiba-tiba berbicara dengan nada sedikit tinggi, “Aha! Aku punya idee!”

“Apaan?” tanya Felis.

“Tadi kan kita bikin perahu-perahuan, gimana kalauuu.... kita lomba?” jawab Zeppelin dengan semangat.

“Ayook!”

“Ayoo! Ajak si Abror sama Denbu juga!”

---

Felis, Zippelin, Abror, dan Denbu sudah berdiri di tepi teras kelas, di ambang bajir halaman sekolah. Tangan kanan mereka sudah memegang perahu kertas masing-masing, kecuali Denbu. Dia memilih lomba balap perahu dengan tutup botol, dia bilang, “Perahu kertasnya mau kukasihkan ke adikku di rumah, dia pasti suka! Aku cuma buat satu, jadi aku pakai tutup botol bekas aja, ngga apa-apa kan?”

“Nggak apa-apa donggg!” jawab Felis, Zippelin, dan Abror bersamaan.

Zippelin memberi aba-aba, “Siaap semuanyaaaa?”

“Siaaap!” jawab mereka bertiga bersamaan.

“Eh tunggu-tunggu, kita lepas sepatu dulu, basah nantii,” ucap Zippelin.

“OH IYAA!”

Mereka berempat melepas sepatu mereka dan meletakkannya di bawah rak masing-masing di ruang samping kelas. Tidak lupa, celana bawah mereka digulung ke atas supaya tidak terlalu basah. Setelah semuanya sedia, mereka semua siap bertempur!

“Oke, ulangi ya, siap semuanyaa?” teriak Zippelin.

“SIAAAAAPPPP!”

“Satu.. dua.. tiga.. mulaaaaai!” teriak Zippelin.

Felis, Zippelin, Abror, dan Denbu melepaskan perahu mereka masing-masing ke hamparan air yang luas di halaman sekolah. Perahu Abror memimpin sejak awal. Sementara, perahu Zippelin ada di posisi kedua. Felis ketiga. Dan Denbu keempat.

Di seperempat perjalanan, keempat anak itu berjalan mendekati perahunya masing-masing. Pyak... kecupak... kecupyak... permukaan air menggulung bersamaan dengan langkah mereka yang sedikit berlari. Gulungan air membawa perahu Felis bergerak maju ke posisi pertama, disusul perahu Abror dan Zippelin, sementara perahu Denbu sedikit kemasukan air, jalannya semakin melambat.

Pyak.. kecupyak.. kecupyak...

Felis tiba-tiba tepikirkan satu hal. Jika dia terus bergerak, gulungan air akan terus mendorong perahunya melaju cepat. Jadi, Felis mulai berlari-larian di air tanpa arah sembari melihat posisi perahunya. Pyak.. kecupyak.. kecupyak.. Perahunya masih memimpin di posisi pertama.

Tetapi, Zippelin sepertinya tahu taktik Felis, akhirnya dia mulai melakukan gerakan yang sama seperti Felis, pyak.. kecupyak.. kecupyak...

Sementara Abror dan Denbu memiliki taktik lain. Mereka mendorong air dengan kaki kanan mereka ke arah perahu. Byuuurr! Byuuur! Perahu pun bisa melaju dengan cepat! Tetapi, sayang sekali, tendangan air Denbu terlalu kuat, air memasuki seluruh ruang kosong di tutup botolnya, dan akhirnya perahu Denbu tenggelam.

Sedikit lagi perahu-perahu mereka akan sampai di garis finish. Teknik yang dilakukan Felis dan Zippelin ternyata kurang memuaskan, perahu mereka sedikit tertinggal dengan perahu Abror. Abror tinggal selangkah lagi telah sampai di finish. Disusul di belakangnya perahu Felis dan Zippelin. Pyak.. kecupyak.. kecupyak.. Byuuurr! Byuuur! Felis, Zippelin, dan Abror terus melakukan teknik mereka sampai...

Wuuuzzzz! Perahu Abror melewati garis finish! Di posisi pertama! Abror juaranyaa!

“Wooo, aku menangg!” teriak Abror sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.

Tiba-tiba... DUAAAR! Petir menggelegar di langit, awan mendung memenuhi seisi langit dan... BRESSS!

Hujan deras kembali jatuh di kota Koi. Felis, Zippelin, Abror, dan Denbu lekas berlari menuju teras kelas. Sesampainya di teras kelas, baju mereka telah setengah basah.

Pyak.. kecupyak.. kecupyak.. Byuurrrr!

 

Solo, 17-18 Januari 2023

Alhasa

Komentar