TIBA-TIBA JADI PENYANYI



Malam ini Pak Bejo dan Bu Tuwi masih menanti pelanggan datang. Sedangkan, lima langkah ke selatan, ada pula warung lamongan yang juga masih berjaga ditemani dengan musik dangdut yang memecah sunyi malam. Bu Tuwi berdiri di depan kompor menanti-nanti rebusan ayamnya matang. Sembari mendengarkan alunan musik dangdut, pikiran dan pandangan Pak Bejo menguap ke udara bersamaan dengan langit yang telah siap menampilkan storyboard kehidupan masa lalu Pak Bejo.

---

Hidup Pak Bejo rasanya tidak semulus namanya. Setiap kali terlibat sesuatu, pasti ujung-ujungnya apes. Entah bagaimana, tapi hal itu sering sekali terjadi. Barangkali kebejoannya sudah terpakai sekali seumur hidup ketika ia meminang istrinya, Bu Tuwi, yang cantiknya luar biasa. Bukan cuma parasnya yang ayu, tapi rasa-rasanya seluruh hidupnya begitu cantik. Sikapnya anggun, kepribadiannya baik, otaknya encer, lebih-lebih agamanya jempolan!

Sekitar tahun 2004, Pak Bejo membuka kursus komputer. Awalnya semua berjalan lancar, bahkan selancar-lancarnya sebuah usaha yang sedang berkembang pesat. Pada tahun-tahun itu, komputer dan internet sudah masuk ke Indonesia. Akhirnya, banyak orang berbondong-bondong untuk mempelajari tentang komputer. Termasuk pegawai-pegawai kantoran dan guru-guru sekolah yang rutin mengadakan workshop setiap bulan. Bahkan karena workshop rutinan ini, Pak Bejo bisa bertemu Bu Tuwi dan menjalin hubungan. Ya, meskipun, terkadang banyak orang datang hanya untuk belajar microsoft word saja, tetapi karena itulah tempat kursus Pak Bejo laris manis dikunjungi orang setiap hari.

Tetapi toh, namanya juga teknologi, selalu berkembang mengikuti pasar dan kebutuhan. Akhirnya, pada tahun 2013, usaha Pak Bejo sedikit seret. Tren kursus komputer tidak lagi dicari dan diminati banyak orang. Belum lagi menjamurnya warnet (warung internet), yang secara biaya bisa dikatakan lebih murah dibanding dengan mengikuti kursus komputer. Bahkan kebanyakan orang pada tahun-tahun itu sudah memiliki komputer sendiri di rumahnya.

Pak Bejo berpikir keras bagaimana caranya agar orang-orang mau datang lagi ke tempat kursusnya. Maka, pada tahun-tahun itu, Pak Bejo setiap hari rutin mengirimkan selebaran ke sekolah-sekolah—khususnya SMK, menawarkan diskon, dan lainnya. Tetapi, nihil. Tempat kursus Pak Bejo tetap sepi, pengunjung tidak lagi ada yang menyambangi. Sampai-sampai gaji karyawan menunggak berbulan-bulan, biaya sewa tempat terlambat, angsuran rumah terabai, juga angsuran-angsuran lainnya terbengkalai.

Yang terjadi selanjutnya adalah Pak Bejo bangkrut! Untungnya ia memiliki Bu Tuwi yang sangat sabar mendampingi Pak Bejo di titik kritis pada saat itu. Pelan-pelan Pak Bejo mulai membuka lembaran baru untuk menebus utang-utangnya dengan membuka warung mie ayam sederhana. Bu Tuwi yang memberikannya modal. Dengan tabungan yang pas-pasan dari gajinya menjadi guru.

---

Kepingan-kepingan kisah masa lalu dalam pikiran Pak Bejo kemudian runtuh bebarengan dengan musik dangdut yang tiba-tiba semakin mengeras dari warung sebelah. Dang dang dang daaaangggg! Ia melangkah menuju ke warung lamongan tanpa berpamitan pada bu Tuwi.

“Eh Pak Bejoo,” sapa laki-laki pemilik warung lamongan, Memet, pada Pak Bejo.

“Aku mau nyumbang satu lagu, Met, boleh nggak?” tanya Pak Bejo.

“Ya boleh donggg. Dua, tiga, empat, seratus juga bolehh! Nih micnya!” saut Memet sambil memberikan mic pada Pak Bejo.

Tanpa menghiraukan pelanggan yang datang, Pak Bejo telah siap bertarung dengan pikirannya! Masa bodoh dengan hutang! Masa bodoh dengan kesialan! Masa bodoh dengan dunia!

Sekuntum mawar merah

Yang kauberikan kepadaku

Di malam ituuu

Ku mengerti apa maksudmu

 

Belum juga lagu selesai dinyanyikan, ada seorang perempuan mendekati Pak Bejo. Dari pakaiannya dia terlihat seperti wanita karir yang mapan: rapih, wangi, dan cantik. Semakin mendekat, semakin mendekat. Dari dekat terlihat di dadanya menggantung sebuah bros kecil dengan tulisan “Wiwi Wuwu Wewe”. Pak Bejo mendadak berhenti bernyanyi karena teringat nama itu pernah dilihatnya di suatu tempat. Oh! Juri acara Dangdut Dongbret!

Pak Bejo terkesiap. Matanya membelalak memandangi wanita yang baru saja mendekatinya. Dengan terbata-bata, ia menyapa, “Bu Wi..wi.. Wu..wu.. We..we..?”

“Betul, Bapak mengenal saya?” jawabnya.

“Jelas saya kenal, Bu! Saya sering lihat ibu di tipi. Siapa coba yang nggak kenal ibu! Wah nggak menyangka bisa ketemu di sini hehehe...” jawab Pak Bejo malu-malu.

“Hehehe... Iya, beberapa hari ke depan kebetulan memang bakal ada audisi Dangdut Dongbret di kota sini. Dan kebetulan juga saya memang lebih suka makan di warung kaki lima, menurut saya lebih kerasa enaknya. Oh iya, tadi saya tidak sengaja mendengar bapak menyanyi. Suara bapak lumayan lo. Hanya perlu dilatih sedikit-sedikit biar bisa lebih top,” jawab Bu Wiwi Wuwu Wewe memuji Pak Bejo.

“Wah hehehe... saya jadi malu...”

“Nah kebetulan saya lagi di sini dan menemukan orang yang punya potensi luar biasa. Gimana kalau bapak ikut audisi Dangdut Dongbret?” tanya Bu Wiwi Wuwu Wewe menawarkan audisi pada Pak Bejo.

“Ah.. Aduh.. Gimana ya, bu.. Saya tadi cuma iseng-iseng nyanyi aja,” jawab Pak Bejo.

“Malah itu, bapak belum tahu kan kalau ternyata bapak sangat berpotensi untuk jadi penyanyi?”

“Hehehe..” jawab Pak Bejo malu-malu.

“Gimana, pak? Kalau bapak mau, saya kasih bapak kesempatan untuk datang di hari pertama. Urusan lolos atau tidaknya bisa saya bicarakan dengan juri-juri lain. Tenang, juri-juri lain tidak pernah meragukan pilihan saya,” jawab Bu Wiwi Wuwu Wewe dengan bangga.

“Kalau begitu, siap, saya mau coba, bu!” jawab Pak Bejo dengan nada sedikit tinggi.

“Nah gitu dong!” jawab Bu Wiwi Wuwu Wewe dengan semangat.

 

O.. Sekuntum mawar merah

Yang kauberikan kepadaku

 

---

 

Tidak disangka-sangka Pak Bejo berhasil masuk sepuluh besar finalis Dangdut Dongbret. Sepertinya kali ini namanya berhasil membuat dirinya mujur. Tidak kurang-kurang, nama Bejo Tiwul telah terkenal sampai ke pelosok negeri. Semua orang mengagumi suaranya yang indah. Bahkan suara Pak Bejo sering disanding-sandingkan dengan Denny Caknan. Sebagian orang—yang juga fansnya—terkadang tidak terima, mereka mengaku, suara Pak Bejo jauh lebih bagus dan tidak bisa dibanding-bandingkan dengan siapa pun.

Perlahan Pak Bejo mulai kedatangan banyak tawaran kerja. Ada iklan, rekaman lagu, sinetron, endorse, dan lainnya. Tidak tanggung-tanggung, Pak Bejo selalu mengiyakan semua tawaran pekerjaan itu. Tidak ada yang ia tolak. Pak Bejo akhirnya sampai di titik di mana dia tidak lagi pusing memikirkan uang. Seperti sambaran kilat, Pak Bejo pun bisa melunasi semua utang-utangnya dalam satu kedipan mata. Padahal karirnya belum ada seumur jagung. Luar biasa!

---

Meskipun namanya telah melejit, Pak Bejo gagal masuk tiga besar finalis Dangdut Dongbret. Ia tidak merasa sedih atau kecewa. Ia malah sangat bangga karena berhasil berlari sejauh ini. Bahkan bukan berlari lagi, terbang! Tetapi, seluruh Tiwulers, nama fans Bejo Tiwul, merasa kecewa lantaran Pak Bejo tidak berhasil masuk tiga besar. Beberapa dari mereka bahkan sampai menangis meraung-raung di bawah panggung Dangdut Dongbret ketika pembawa acara tidak menyebutkan nama Bejo Tiwul saat pembacaan finalis tiga besar. Layaknya kesurupan, penonton Dangdut Dongbret berteriak-teriak membuat studio bergetar. Betapa kacaunya studio dangdut saat itu!

---

Ketenaran terkadang memang membuat orang menjadi berubah. Misalnya saja Pak Bejo yang saat ini hampir tidak pernah pulang ke rumah. Ya, bagaimana mau pulang? Semua tawaran pekerjaan dia sabet. Pagi, siang, sore, malam, pagi lagi, siang lagi, sore lagi, malam lagi, dan seterusnya. Rasa-rasanya Pak Bejo tidak pernah lagi merasakan tidur di kasur. Dia benar-benar mendadak gila kerja! Betapa kesepiannya Bu Tuwi yang selalu ditinggal sendiri di rumah, lebih-lebih dia tidak lagi diperbolehkan bekerja oleh Pak Bejo. Katanya, biar dia saja yang bekerja, untuk berdua sudah cukup.

---

Ketika namanya masih naik daun, Pak Bejo memanfaatkan kesempatan ini untuk mengadakan konser ke seluruh Indonesia. Kota-kota yang akan disambangi totalnya ada 25 kota. Betapa sibuknya sekarang Pak Bejo!

O.. Sekuntum mawar merah

Yang kauberikan kepadaku

O.. di malam itu...

---

Bu Tuwi baru saja terbangun dari tidurnya. Ia berjalan menuju ruang tv untuk mendengar kabar suaminya. Ini adalah kebiasaan barunya setelah Pak Bejo menjadi penyanyi dangdut ngetop. Selalu menanti kabar dengan menonton berita artis ibukota setiap pagi. Setelah ia nyalakan tv dan menaikkan volumenya, ia menuju dapur untuk membuat teh hangat. Sayup-sayup terdengar...

“Bejo Tiwul, penyanyi dangdut yang sedang naik daun tertangkap kamera bermesraan dengan wanita-wanita penari latar di backstage ketika tur konser di kota ke-23. Begini komentar pedangdut Sri Husui-Husui, “Bagaimana komentarnya terkait tindakan kemesraan Bejo Tiwul dengan penari latar, Ceu Sri?”

“Ah, itu mah udah biasa. Normal banget ceu di dunia perdangdutan. Nggak usah dibikin heboh deh!” jawab Sri Husui-Husui.

“Oke. Terima kasih komentarnya, ceu. Sekarang mari kita dengarkan lagi komentar pedangdut lainnya, Lastri Bihun, pemirsa. Gimana, mbak tanggapannya soal Bejo Tuwil yang lagi viral?”

“Aduuuuh, aku sih mau nangis aja deh kalo jadi istrinya. Kenapa sih kalo udah terkenal pasti begitu, aduh, aduh,” jawab Lastri Bihun sambil berpose pusing.

“Baik. Demikian kilas informasi pagi artis ibukota. Sampai jumpa, salam SCBD!”

Kompranggg! Gelas teh Bu Tuwi jatuh. Cuaca pagi itu mendadak mendung seperti hati bu Tuwi yang mendadak bergemuruh. Pyar! Pyar! Hati Bu Tuwi terbakar api cemburu.

“Pantas saja aku tidak pernah diajaknya kemana-mana, rupanya karena itu!

“Ohhh. Rupanya kau lupa, gimana kau saat lagi susah?

“Ohh, sudah terkenal dan berduit, ditinggalnya aku,” batin Bu Tuwi

---

Hari ini adalah tur konser Bejo Tiwul yang terakhir di kota terakhir, Jakarta. Kali ini Pak Bejo mengundang istrinya, Bu Tuwi untuk datang ke konsernya. Konser digelar di GBK dan sangat megah. Tiwulers ternyata sangat antusias sampai-sampai stadion penuh tak bersela. Sebelum Pak Bejo menyanyikan seluruh lagu di album barunya, dia selalu menyanyikan Sekuntum Mawar Merah sebagai pembukaan konsernya dan dilanjutkan pidato kecil-kecilan.

Oooo... hiyaaaaa

Ooooo... Sekuntum mawar merah

Yang kauberikan kepadaku

di malam ituuu

Ku mengerti apa maksudmu

BUM! percikan kembang api di depan panggung menyembur, menandakan lagu telah selesai. Pak Bejo dan penari-penari latarnya berpose layaknya boyband dan girlband di atas panggung. Percikan kembang api telah meredup. Para penari latar kembali ke belakang panggung dan inilah saatnya Bejo Tuwil memberikan pidato kebanggaannya!

“Selamat Malam Tiwulers Jakartaaaaa!”

WOOOWW! WOOOWW! SUIITTT!” teriakan Tiwulers bergema di stadion.

“Seperti biasa, saya akan memberikan pidato kecil-kecilan sebagai ungkapan syukur dan doa agar acara hari ini bisa berjalan dengan lancar. Wuuuuh! Siapa yang masih semangatt?”

WOOOWW! WOOOOOOOO!” Tiwulers semakin histeris.

“Oke, oke. Hari ini saya kedatangan orang spesial yang selama ini tidak pernah datang ke konser saya, hahaha. Tetapi, sebelum itu saya ingin mengucapkan untuk Tiwulers yang sudah datang, terima kasiiihh!”

WOOOOWW! WIWIWIWIWWW!” suara Tiwulers memenuhi ruang stadion.

“Hari ini adalah hari penghujung dari tur konser 25 kota Bejo Tiwul. Wah, saya benar-benar tidak menyangka saya bisa melangkah sampai sejauh ini. Ini semua berkat kalian semua, Tiwulers yang sudah mendukung saya selama ini. Saya sangat senang bisa memiliki kalian semua!”

WOOOWWW! WOOOOO! WOOOOO!

“Maka dari itu, saya akan memperkenalkan pada kalian semua, orang spesial di hidup saya. Ini dia, istri saya, Tuwi Tutiiii.”

WOOOWWWW! SUIT! SUIT! SUIT!

“Sini sayang, jangan malu-malu,” ajak Pak Bejo pada Bu Tuwi.

“WOOOWW! WOOOO!”

Bu Tuwi melangkah menuju ke atas panggung menghampiri Pak Bejo dengan langkah yang sedikit kencang. Pandangan matanya lurus ke depan memperhatikan satu titik, Pak Bejo. Kedua tangannya merapat kencang di samping tubuhnya. Tiba-tiba... PLAK! Bu Tuwi menampar Pak Bejo di atas panggung.

“haahhh...” Tiwulers yang ada dalam satu stadion mendadak diam dan terkejut karena perbuatan Bu Tuwi.

“Kenapa sayang?” jawab Pak Bejo pelan pada Bu Tuwi dan tangannya memegangi pipi.

Bu Tuwi tidak menjawab.

“Kenapa sayang? Kenapa sayang? Kenapa sayang? Kenapa sayang?” Pak Bejo mengulang. Berkali-kali.

Bu Tuwi sudah muak dengan semua perilaku dan pertanyaan Pak Bejo. Akhirnya, tamparan melayang berkali-kali di pipi Pak Bejo. PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK! PLAK!

---

Plak! Plak! Plak!

“Pak Bejo.. Pak Bejo..” Memet mencoba membangunkan Pak Bejo dengan menampar pipinya pelan-pelan.

“PAAAAKKKKK!” Teriak bu Tuwi dari kejauhan.

“YA ALLAH, PAK! PAK! SADAR, PAK,” Bu Tuwi menampar pelan pipi suaminya berkali-kali dengan gelisah.

“hah... hah... hah...” Pak Bejo terbangun dengan nafas terengah-engah.

“Ya Allah, bu, nganu.. maaf ya, tadi pelanggan saya mukul bapak pake tas sampai pingsan pas bapak nyanyi. Saya nggak bisa cegah. Mau saya marahi, tapi orangnya malah langsung pergi,” jawab Memet merasa bersalah.

“Nggak apa-apa, Met. Yang penting dia nggak geger otak. Aduh, ada-ada aja. Nggak biasanya dia mau nyanyi-nyanyi. Sekalinya nyanyi langsung apes.”

“Hhhhh...” Memet hanya berdeham, bingung menjawab apa.

“Ngga usah merasa bersalah, Met. Memang suaranya jelek hahahah,”

“Ealah, bu...” jawab Memet.

“E.. Ngawur kamu!” jawab Pak Bejo tidak terima.

“Hahahahaha,” Bu Tuwi dan Memet tertawa.

---

Memet kembali memutar musik dangdut di warungnya. Pak Bejo dan Bu Tuwi kembali ke warungnya. Malam kembali pecah dengan suara dang dang dang daaaang! Malam itu semuanya tertawa bersama. Juga langit, juga bulan.

O.. di malam itu...

 

Surakarta, 3-4 Januari 2022

Alhas

Komentar