SEGENGGAM PURNAMA UNTUK AYDRA



Aydra, dengan ini aku kirimkan segenggam purnama. Padamu, secara sadar dan merdeka, tanpa paksaan dari pihak mana saja. Semoga purnama yang kamu terima masih dalam keadaannya yang selamat sentosa, syukur-syukur masih hangat, seperti ketika awal aku memetiknya.

Aydra, bukan sebab sebuah lagu yang di wajahmu kulihat bulan sehingga aku memetik purnama untuk aku genggam dan berikan. Barangkali ini adalah ketiba-tibaan atau ketidaksengajaan. Aku sendiri kebingungan mengenai alasan kenapa memilih purnama sebagai hadiah untukmu yang tidak sedang merayakan apa-apa.

Aydra, purnama ini aku petik dari sebuah malam di mana listrik sedang padam. Langit tampak sedikit lebih sehat dan cerah di tengah kondisi gelap. Bintang-bintang mulai berani mengkerlip saling kedip seolah menggoda. Dan kesunyian—ihwal yang katanya kerabat dekat malam—seolah memberi tanda, tersenyum, mempersilakan aku memetik bulan yang purnama.

Aydra, silakan menikmati segenggam purnama dengan perasaan yang terserah mau bagaimana. Kamu berhak atas apa-apa yang memang adalah sebenar-benar hakmu. Meski sebagai manusia, kamu—pun aku—tidak memiliki hak apa-apa. Semua hanya titipan, baik dalam wujudnya yang bahagia maupun penderitaan.

Aydra, kamu tidak perlu cemas apalagi takut dengan lisensi purnama yang aku petik. Meski tanpa sertifikat kepemilikan, bukan berarti segenggam purnama yang aku berikan adalah purnama illegal. Meski pula tidak juga sepenuhnya legal. Yang pasti dan yang perlu kamu ketahui, orang-orang tidak memprotes tindakanku memetik purnama, mungkin lebih tepatnya tidak peduli. Si paling hukum tidak ada waktu untuk mengurusi hal-hal sepele semacam ini. Orang-orang tidak lagi tertarik dengan nyala bulan. Mereka lebih disibukkan dengan menanyakan kapan listrik kembali menyala dan mereka bisa beraktivitas seperti biasa. Mungkin menonton film secara streaming di laman bajakan, memasak mie instan dengan kompor listrik, atau berselancar di dunia maya menggunakan wifi yang tersedia.

Oya, hampir saja lupa. Aydra, bagaimana kabarmu? Sudahkah kereta yang kamu tumpangi berhenti melaju? Sudahkah kau menemukan tujuan dari apa yang kamu sebut sebagai perjalanan? Sudahkah kamu tahu apa makna dari sebuah air mata dan bibir yang tiba-tiba tersenyum begitu saja? Sudahkah kamu menyatakan cinta pada bunga-bunga? Atau membuka diri dari dan pada segala kemungkinan? Atau apa lagi ya? Intinya aku ingin selalu terhubung, padamu. Barangkali melalui pertanyaan seperti di atas. Pertanyaan yang menuju pada obrolan yang silakan berat silakan ringan. Semisal memperbincangkan mahalnya harga keadilan, naiknya tindak kekejaman, kesulitan menyederhanakan persoalan, atau masalah buang omongan sembarangan.

Aydra, hidup yang lucu mempersilakanmu tertawa. Hidup memerlukan keseimbangan untuk tetap dalam kondisinya yang baik-baik saja. Aydra, senantiasalah ingat dan waspada pada segala hal yang sudah, tengah, dan akan. Aydra, semoga waktumu adalah waktu yang terbuat dari kerelaan.

Aydra yang manis dan sukar diterka. Maaf aku tidak membungkus segenggam purnama dengan bublewrap atau kardus sisa. Aku hanya menempelinya dengan secarik kertas bertuliskan namamu, nomormu yang semakin sulit dihubungi, dan alamat yang aku isi dengan meminjam salah satu judul lagu Letto “ruang rindu”. Aku percaya segenggam purnama tidak mudah pecah dan tercerai berai, juga tahan banting dan tahan terhadap segala cuaca baik yang ekstrim maupun b aja. Segenggam purnama adalah contoh nyata cinta yang penuh sekaligus menyala. Memberi terang bagi sesiapa saja yang tengah dilingkungi kegelapan. Menjaga orang-orang tercinta dari semakin ganasnya oknum-oknum berjenis manusia.

Aydra yang cendikia dan tidak banyak waktunya. Sekian dulu susunan kata sebagai pengantar segenggam purnama. Semoga kamu berani menyukainya di tengah orang-orang yang memilih tidak lagi mempedulikannya. Semoga kamu berani menikmatinya di tengah pasar yang lebih disibukkan dengan nyala yang menyilaukan. Nyala yang bukan nyala bulan purnama seperti yang aku berikan padamu dalam genggaman. Aydra, sekian dulu, sampai jumpa di lain waktu, di rindu yang satu.


Surkarta, 23 02 2023

/Ya Manusa


Komentar