HATI-HATI BANYAK TAYANGAN BERPOTRNSI MENGHANTUI
Di
sini tidak akan dibahas mengenai seluk beluk mengenai hantu, baik secara luaran
maupun sampai yang mendalam. Pembahasan kali ini akan merujuk pada salah satu
jenis hasil kemajuan teknologi yang bernama media sosial, dengan berbagai fitur
di dalamnya yang diasumsikan dapat melahirkan hantu-hantu yang tidak mengenal
waktu. Hantu yang berwujud tayangan dalam bentuk gambar, tulisan, audio, video,
dan campuran atau gabungan antara keempatnya.
Tidak
dapat dipungkiri, kemudahan mengakses informasi adalah bukti nyata atas adanya
media sosial. Kita dimudahkan untuk mengakses apa-apa yang ingin kita akses.
Kita dimudahkan dalam mendapatkan suatu informasi dari persoalan kemarin
ataupun hari ini. Meski, kita tidak tahu betul akan kebenaran dari informasi
yang tersaji. Meski, tidak ada jaminan 100% akan validitas tayangan yang
bergentayangan. Celakanya, informasi yang seyogianya menjadi penerang, malahan
menimbulkan kegelapan dan ketidakjelasan. Informasi yang kita telan membuat
kita keracunan. Memenuhi akal pikiran, mengendap dan mengeras menjadi bebatuan
yang menyumbat laju kesadaran.
Banyak
informasi yang membawa serta pengetahuan dengan imbas mencerahkan. Meski tidak
sedikit pula yang berakhir dengan pening di kepala menjadi kekeruhan.
Ketidakmampuan mengolah apa yang tersaji menjadikan informasi menjelma hantu
yang menghantui. Kita yang penakut dan mudah goyah menjadi semakin kesulitan
untuk berjalan di tengah kondisi yang rawan. Keraguan dan kebimbangan menjadi
semacam kemacetan yang bercokol dan berkemungkinan menciptakan pertengkaran
yang sedikit demi sedikit membuka pintu bernama perpecahan dan pelarian.
Barangkali
keberanian yang cukup dapat menjadi bekal awal dalam menghadapi hantu yang
bergentayangan di dalam tayangan. Keberanian yang mengantarkan kita untuk bersetia
pada kesenantiasaan ingat dan waspada. Memperluas daya tampung akan informasi
yang merangsek masuk dengan derasnya. Sehingga kita dapat terbebas dari
aktivitas gegabah dan keburu menyimpulkan tanpa terlebih dahulu memandangnya
dari berbagai sudut dan sisi.
Segala
sesuatu agaknya memerlukan proses pengolahan. Mengolah informasi agar tidak
menjadi hantu. Mengolahnya dengan unsur-unsur yang melibatkan aktivitas ingat
dan waspada. Sebab hal baik berpotensi berpengertian buruk, begitupun
sebaliknya. Sebab kita sekadar manusia yang berkait erat dengan dua hal yang
bernama salah dan lupa. Sebab itulah kita perlu mengolah adiksimba
seadil-adilnya.
Persoalan
tidak dilahirkan dari ketidaktahuan, melainkan pengetahuan yang kita
ingkari—barangkali. Singkat kata, persoalan lahir dari apa yang dinamakan
kebodohan. Sesuatu yang kita tahu sebagai kekeliruan tetapi kita lakukan secara
berulang dan menjadikan kita mati sebagai kemandekan.
Hantu
tayangan memerlukan penyikapan. Setidak-tidaknya sedikit usaha untuk tidak
menjadi korban. Mencerna terlebih dahulu atas apa yang masuk ke dalam diri
kita. Mengolahnya sedemikian rupa sehingga terpilah mana yang patut dibuang dan
mana yang perlu disimpan. Seperti halnya ketika kita makan, ada yang menjadi
daging, darah, dsb., ada pula yang terbuang sebagai kotoran.
Untuk
mencapai inti memerlukan kerja yang meniadakan unsur kemalasan. Terhadap
berbagai tawaran diperlukan sikap untuk tidak grusa-grusu. Menimbang terlebih
dahulu atas apa yang tersaji.
Ribuan
bahkan jutaan tayangan berpotensi menjadi hantu. Tayangan tersebut
mempersilakan kita untuk menempuh jalur keluasan agar selamat. Melihat secara
penuh dan meminimalisir kemungkinan kecacatan dalam memandang. Sehingga hantu
di depan mata tidak lagi mampu menggoda. Tayangan yang hantu tidak lagi
memiliki kata kerja bernama menghantui.
Pada
akhirnya adalah hati-hati. Segala tawaran dalam bentuk tayangan berpotensi
menghantui. Sama halnya hati-hati pada papan penanda jalanan berlubang, penuh
kelokan tikungan jaman, dan rawan kecelakaan.
Surakarta,
07 03 2023
/Kang
Ngomyang
Komentar
Posting Komentar