PERIHAL MEMILIH


Hasil belajarku kali ini adalah perihal memilih.

Menurutku, cerita-cerita dan hasil obrolan merupakan media belajar yang tak akan pernah berhenti ku dapatkan ketika aku mau bertemu.

Umumnya, orang-orang di sekitarku termasuk aku akan bercerita tentang masalah di sekitar kami, entah menyoal kami atau hanya bahan rasan-rasan.

Dan ya, kali ini aku mendapatkan pelajaran perihal memilih, khususnya memilih teman hidup.

 

Perihal memilih nyatanya kita tak akan bertemu yang terbaik, seperti doa-doa atau harapan yang sering terlantunkan.

Tetapi pilihan akan selalu hadir untuk masing-masing dari kita.


Jika tidak ada yang terbaik, kenapa harus memilih?


Sederhananya, kita memilih teman untuk saling berbagi tidak bisa sembarang orang, entah secara tidak sadar karena obrolan seirama, entah secara tidak sadar memiliki latar belakang pengalaman yang sama, entah sudut pandang yang sama, kesukaan yang sama dan apalah dan apalah.

Bahkan bisa jadi memilih dia menjadi bisa jadi karena memiliki cara komunikasi yang dianggap nyaman, bisa jadi tidak banyak bicara adalah hal yang dirasa nyaman, bisa jadi hanya ingin ditemani tanpa mengobrol adalah hal yang nyaman, bisa jadi nyaman juga dari yang satu senang mendengar dan yang satu senang untuk didengar.

Kalau kata orang, adil tak harus sama, menurutku standar nyaman pun tak harus disamakan dengan orang pada umumnya.

 

Selanjutnya, kalau teman biasa saja secara tidak sadar merupakan hasil memilih, pun apalagi teman hidup, entah pasangan, kekasih, sahabat, suami atau istri, komitmen, hts atau apapun itu, ku yakin juga demikian adanya. Mereka adalah hasil pilihan dan pilahan ketidak-sadaran.


Kembali lagi ke, jika tidak ada yang terbaik dan sempurna lalu memilih apa?

 

Memilih orang yang kamu rasa, di saat perilaku yang tidak kamu sukai muncul, maka kamu akan masih tetap bisa bertahan. Karena hubungan lambat laun akan membunuh ego.

Entah ego siapa yang dimenangkan, atau ego keduanya perlu dileburkan untuk mendapat kesepakatan baru.

Karena kalau yang dicari hanya yang kamu anggap terbaik, bisa jadi ketika perilaku yang tidak kamu sukai muncul, maka tak akan ada kesepakatan “kembali bersama” terlebih jika kedua ego tak lagi mau mendengar satu sama lain.

 

Lalu bagaimana dengan meninggalkan dan ditinggalkan, itu semua kembali pada perihal memilih.

Dan perihal memilih tidak akan bisa dipaksakan pada satu dan yang lain.

Karena seperti kata banyak orang, “kamu tidak bisa mengendalikan pikiran, perilaku dan keputusan orang lain, tetapi kamu bisa dan berhak untuk mengendalikan pikiran, perilaku dan keputusanmu sendiri.”

 

Surakarta, 15 Maret 2023

-am

Komentar